Sunday, February 15, 2015

Jiwa, Hati dan Diri; Khazanah Psikologi Sufi

JIWA
Istilah jiwa dalam bahasa Arab, yakni ruh/roh. Sebagaimana dalam firman Allah dalam Al-Qur’an QS. 15;25 “telah Kusempurnakan kejadiannya (Adam), dan Kutiupkan ke dalamnya roh-Ku” (QS. Al-Hijr:25). Psikologi sufi mencakup sebuah model jiwa manusia yang didasari oleh prinsip evolusi. Jiwa memiliki tujuh aspek atau dimensi: jiwa mineral, jiwa nabati, jiwa hewani, jiwa pribadi, jiwa insani,  jiwa rahasia, serta jiwa maharasia . Tasawuf bertujuan agar ketujuh tingkat kesadaran ini dapat bekerja secara seimbang dan selaras.

Model ini juga mengintegerasikan fisik, psikis, dan spiritual. Aspek kehidupan fisik kita ditopang oleh kearifan mineral, nabati, dan hewani. Fungsi psikis kita berakar dari jiwa pribadi. Sedangkan alam spiritual kita adalah lompatan kualitatif melampaui fisik dan psikis. Alam spiritual mencakup jiwa insani, jiwa rahasia, dan jiwa maharahasia.
FISIK
PSIKIS
SPIRITUAL
Jiwa mineral
Jiwa nabati
Jiwa hewani
Jiwa Pribadi
Jiwa Insani
Jiwa Rahasia
Jiwa maharahasia

HATI
Hati dalam istilah bahasa Arab adalah Qolb. Hati merupakan kuil Tuhan yang terletak di dada setiap manusia, ia diciptakan Tuhan untuk menyimpan cahaya ilahi di dalam diri kita. Salah satu dasar tasawuf adalah membersihkan dan membuka hati, untuk menjadikan hati sebagai kuil Tuhan. Hati adalah sumber cahaya batiniyah, inspirasi, kreatifitas, dan belas kasih. Hati adalah rumah cinta.

Elemen penting di dalam pengetahuan hati adalah mengalami apa yang telah kita ketahui. Setiap tindakan dapat mempengaruhi hati, misalnya tindakan menolong akan melembutkan dan membuka hati kita.

Empat lapisan Hati                                                                                      
Lapisan pertama,  yakni dada/shadr, adalah inti dari tindakan. Ia tempat interaksi antara kepribadian dan alam spiritual kita. Di dalam dada kita dapat mengubah kecenderungan negatif kita menjadi kecenderungan positif.

Lapisan kedua, hati/qolb, adalah tempat pengetahuan yang lebih dalam. Tempat kesadaran kita akan kehadiran Tuhan-sebagai kesadaran yang mengarahkan kita pada transformasi pemikiran dan tindakan.

Lapisan ketiga, hati lebih dalam/fu’ad. Ia tempat pengetahuan langsung. Kalau secara intelektual kita berada dalam pengawasan Tuhan, namun pada tingkat lubuk hati terdalam, kita merasakan kehadiran Tuhan dengan sangat jelas. Seakan-akan kita merasakan Tuhan ada dihadapan kita.

Lapisan keempat, hati terdalam/lubb. Kita memasuki wilayah yang maha luas. Ia berada di luar jangkau kata-kata, teori, dan pemikiran-pemikitan. Ia adalah inti dari pemahaman batiniyah. Lubuk hati terdalam dialiri oleh air kemurahan Tuhan. Tuhan memupuk lubuk hati terdalam secara langsung, tanpa perantara.

Allah menganugerahkan kearifan kepada siapa yang Ia kehendaki. Dan barang siapa dianugerahi kearifan itu, ia benar-benar telah dianugerahi karunia yang banyak. Dan hanya orang-orang berakalah yang dapat mengambil pelajaran” (QS. Al-Hujarat : 7)

Hubungan Hati dan Jiwa
Keempat jiwa yang pertama (mineral, nabati, hewani, pribadi) bekerja di dalam dada, yakni tingkat interaksi kita dengan dunia. Di sini kita mengamalkan derma, pelayanan, dan aktifitas-aktifitas keagamaan dan spiritual lainnya. Jika Jiwa-jiwa ini seimbang, maka tindakan-tindakan ini efektif dalam perjalanan kita sepanjang jalan kebenaran. Jika jiwa-jiwa ini tidak seimbang, maka amalan kita dapat diselewengkan atau disabotase oleh sifat-sifat seperti kemalasan, ketamakan ataupun egoisme.

Jiwa Insani terletak di dalam hati dan dipancari oleh cahaya keimanan. Zikir menarik dan memunculkan jiwa insani dan jiwa rahasia. Belas kasih adalah karakter dasar hati dan jiwa insani. Hati adalah lokus cahaya keimanan.

Jiwa rahasia berada di dalam hati lebih dalam (fu’ad) dan diterangi cahaya makrifat, atau pengetahuan spiritual. Ia juga disebut dengan jiwa malaikat.

Jiwa maharasia terletak di dalam lubuk hati terdalam (lubb). jantungnya sang hati. Inila tempat penihilan diri dan penyatuan dengan Tuhan
                                                                                                                                            
DIRI/NAFS  
Dalam psikologi sufi, istilah nafs atau diri, atau sering juga diartika ‘ego’ adalah sebuah aspek psikis yang pertama sebagai musuh terburuk kita. namun ia dapat tumbuh menjadi alat yana tak terhingga nilainya. Tingkat terendah adalah nafs tirani. Ia adalah seluruh kekuatan dalam diri yang menjauhkan kita dari jalan spiritual. Kekuatan-kekuatan ini mengakibatkan rasa sakit dan penderitaan yang dahsyat, dan mendorong kita untuk menyakiti orang-orang yang kita cintai.

Hubungan Nafs dengan Jiwa
Nafs sebagai proses interaksi antara jiwa/ruh dan jasad, ruh terbuang dari asalnya yang bersifat immateri, kemudian nafs mulai terbentuk. Dengan demikian ruh pun mulai terpenjara dalam benda materi dan mulai menyerap aspek-aspeknya. 

Tasawuf menyediakan metode yang memadai dan efektif untuk memahami dan mentransformasikan nafs tirani. Metode ini termasuk observasi diri, disiplin diri, dan melihat diri senddiri dalam diri orang lain.
Sesungguhnya nafs itu selalu menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafs yang diberi rahmat oleh Tuhanku, sesungguhnya Tuhanku Maha Pengampun lagi Maha penyayang”. (Q.S. Yusuf:53)

Hubungan Nafs dengan Hati
Dada adalah medan pertempuran antara kecenderungan positif dan negatif nafs. Tingkat terdalam hati adalah sekutu kecenderngan positif nafs, dan semakin kita berhubungan dengan tingkat-tingkat ini, maka semakin kita memiliki kekuatan untuk mentransformasi nafs.


(sumber: Psikologi Sufi Unttuk Transformaasi; Hati, Diri, & Jiwa, Robert Frager )

No comments:

Post a Comment