Hadits-Hadits Nabi tentang Keutamaan malam Nisfu Sya’ban
Hadits dari Usamah bin Zaid. Ia
pernah menanyakan pada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa ia tidak
pernah melihat beliau melakukan puasa yang lebih semangat daripada puasa
Sya’ban. Kemudian Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Bulan
Sya’ban –bulan antara Rajab dan Ramadhan- adalah bulan di saat manusia lalai.
Bulan tersebut adalah bulan dinaikkannya berbagai amalan kepada Allah, Rabb
semesta alam. Oleh karena itu, aku amatlah suka untuk berpuasa ketika amalanku
dinaikkan.” (HR. An-Nasa’i no. 2359. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan
bahwa hadits ini hasan).
Hadits dari Mu’adz bin Jabal r.a,
dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda,
“Allah
mendatangi seluruh makhluk-Nya pada malam Nisfu Sya’ban. Dia pun mengampuni
seluruh makhluk kecuali orang musyrik dan orang yang bermusuhan.”
Al-Mundziri dalam At-Targhib
setelah menyebutkan hadits ini, beliau mengatakan, “Dikeluarkan oleh At-Thabrani
dalam Al Awsath dan Ibnu Hibban dalam kitab Shahihnya dan juga oleh
Al-Baihaqi. Ibnu Majah pun mengeluarkan hadits dengan lafazh yang sama dari
hadits Abu Musa Al-Asy’ari. Al-Bazzar dan Al-Baihaqi mengeluarkan yang semisal
dari Abu Bakr Ash-Shiddiq radhiyallahu ‘anhu dengan sanad yang tidak
mengapa.”
Demikian perkataan Al Mundziri. Penulis
Tuhfatul Ahwadzi lantas mengatakan, “Pada sanad hadits Abu Musa
Al-Asy’ari yang dikeluarkan oleh Ibnu Majah terdapat Lahi’ah dan ia
adalah perawi yang dinilai dha’if.”
Hadits Abdullah bin ‘Amr r.a,
ia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Allah
‘azza wa jalla mendatangi makhluk-Nya pada malam nisfu Sya’ban, Allah
mengampuni hamba-hamba-Nya kecuali dua orang yaitu orang yang bermusuhan dan
orang yang membunuh jiwa.”
Al Mundziri mengatakan, “Hadits ini
dikeluarkan oleh Imam Ahmad dengan sanad yang layyin (ada perawi
yang diberi penilaian negatif atau di-jarh, namun haditsnya masih
dicatat).” Berarti hadits ini bermasalah.
Penulis Tuhfatul Ahwadzi setelah
meninjau riwayat-riwayat di atas, beliau mengatakan, “Hadits-hadits tersebut
dilihat dari banyak jalannya bisa sebagai hujjah bagi orang yang mengklaim
bahwa tidak ada satu pun hadits shahih yang menerangkan keutamaan malam nisfu
Sya’ban. Wallahu Ta’ala a’lam.”
Ibnu Rajab
rahimahullah mengatakan, “Hadits yang menjelaskan keutamaan malam nisfu
Sya’ban ada beberapa. Para ulama berselisih pendapat mengenai statusnya.
Kebanyakan ulama mendhaifkan hadits-hadits tersebut. Ibnu Hibban menshahihkan
sebagian hadits tersebut dan beliau masukkan dalam kitab shahihnya.” (Lathaif
Al-Ma’arif, hal. 245).
Intinya, penilaian kebanyakan
ulama (baca: jumhur ulama), keutamaan malam nisfu Sya’ban dinilai dha’if.
Namun sebagian ulama menshahihkannyaDari Ali bin Abi Thalib secara marfu' bahwa Rasululah SAW bersabda, "Bila datang malam nisfu sya'ban, maka bangunlah pada malamnya dan berpuasa lah siangnya. Sesungguhnya Allah SWT turun pada malam itu sejak terbenamnya matahari kelangit dunia dan berkata, "Adakah orang yang minta ampun, Aku akan mengampuninya. Adakah yang minta rizki, Aku akan memberinya riki.Adakah orang sakit, maka Aku akan menyembuhkannya, hingga terbit fajar. (HR Ibnu Majah dengan sanad yang dhaif).
Syeikh ‘Athiyah Saqar mengatakan,”Walaupun hadits-hadits itu lemah namun bisa dipakai dalam hal keutamaan amal.” Itu semua dilakukan dengan sendiri-sendiri dan tidak dilakukan secara berjama’ah (bersama-sama).
Syeikh ‘Athiyah Saqar, beliau adalah kepala Lajnah Fatwa di Al-Azhar Mesir di masa lalu. Dalam pendapatnya beliau mengatakan bahwa tidak mengapa bila kita melakukan shalat sunnah di malam nisfu sya'ban antara Maghri dan Isya' demi untuk bertaqarrub kepada Allah. Karena hal itu termasuk kebaikan. Demikian juga dengan ibadah sunnah lainnya sepanjang malam itu, dengan berdoa, meminta ampun kepada Alla. Semua itu memang dianjurkan.
Pandangan Ulama Mengenai Ritual Malam Nisfu Sya’ban
Kemudian apakah Nabi saw melakukan ibadah-ibadah tertentu didalam malam nisfu sya’ban ? terdapat riwayat bahwa Rasulullah saw banyak melakukan puasa didalam bulan sya’ban, seperti yang diriwayatkan oleh Bukhori Muslim dari Aisyah berkata,”Tidaklah aku melihat Rasulullah saw menyempurnakan puasa satu bulan kecuali bulan Ramadhan. Dan aku menyaksikan bulan yang paling banyak beliau saw berpuasa (selain ramadhan, pen) adalah sya’ban. Beliau saw berpuasa (selama) bulan sya’ban kecuali hanya sedikit.
Al-Qasthalani dalam kitabnya, Al-Mawahib Alladunniyah jilid 2 halaman 59, menuliskan bahwa para tabiin di negeri Syam seperti Khalid bin Mi'dan dan Makhul telah ber-juhud (mengkhususkan beribadah) pada malam nisfu sya'ban. Maka dari mereka berdua orang-orang mengambil panutan.
Namun disebutkan terdapat kisah-kisah Israiliyat dari mereka. Sehingga hal itu diingkari oleh para ulama lainnya, terutama ulama dari hijaz, seperti Atho' bin Abi Mulkiyah, termasuk para ulama Malikiyah yang mengatakan bahwa hal itu bid'ah.
Al-Imam An-Nawawi, beliau berkata bahwa shalat satu bentuk ritual yang bid'ah di malam itu adalah shalat 100 rakaat, hukumnya adalah bid'ah. Sama dengan shalat raghaib 12 rakaat yang banyak dilakukan di bulan Rajab, juga shalat bid'ah. Keduanya tidak ada dalilnya dari Rasulullah SAW.
Beliau mengingatkan untuk tidak terkecoh dengan dalil-dalil dan anjuran baik yang ada di dalam kitab Ihya' Ulumiddin karya Al-Ghazali, atau kitab Quut Al-Qulub karya Abu Talib Al-Makki.
Dr. Yusuf al-Qaradawi, Ritual di malam nasfu sya'ban tidak pernah diriwayatkan dari Nabi SAW dan para sahabat bahwa mereka berkumpul di masjid untuk menghidupkan malam nisfu Sya'ban, membaca doa tertentu dan shalat tertentu seperti yang kita lihat pada sebahagian negeri orang Islam.
Juga tidak ada riwayat untuk membaca surah Yasin, shalat dua rakaat dengan niat panjang umur, dua rakaat yang lain pula dengan niat tidak bergantung kepada manusia, kemudian mereka membaca do`a yang tidak pernah dipetik dari golongan salaf (para sahabah, tabi`in dan tabi’ tabi`in).
al Auza’I, berkumpul di masjid-masjid untuk melaksanakan shalat (menghidupkan malam nisfu sya’ban, pen) adalah makruh karena menghidupkan malam itu tidaklah berasal dari Rasul saw dan tidak juga dilakukan oleh seorang pun dari sahabatnya
Didalam kitab “al Mausu’ah al Fiqhiyah” juz II hal 254 disebutkan bahwa jumhur ulama memakruhkan berkumpul untuk menghidupkan malam nisfu sya’ban, ini adalah pendapat para ulama Hanafi dan Maliki. Dan mereka menegaskan bahwa berkumpul untuk itu adalah sautu perbuatan bid’ah menurut para imam yang melarangnya, yaitu ‘Atho bin Abi Robah dan Ibnu Malikah.
Sementara itu Khalid bin Ma’dan dan Luqman bin ‘Amir serta Ishaq bin Rohawaih menganjurkan untuk menghidupkan malam itu dengan berjama’ah.”
Tidak diketahui pendapat Imam Ahmad tentang malam nisfu sya’ban ini, terdapat dua riwayat darinya tentang anjuran melakukan shalat pada malam itu. Dua riwayat itu adalah tentang melakukan shalat di dua malam hari raya. Satu riwayat tidak menganjurkan untuk melakukannya dengan berjama’ah. Hal itu dikarenakan tidaklah berasal dari Nabi saw maupun para sahabatnya. Dan satu riwayat yang menganjurkannya berdasarkan perbuatan Abdurrahman bin Zaid al Aswad dan dia dari kalangan tabi’in.
Demikian pula didalam melakukan shalat dimalam nisfu sya’ban tidaklah sedikit pun berasal dari Nabi saw maupun para sahabatnya. Perbuatan ini berasal dari sekelompok tabi’in khususnya para fuqaha Ahli Syam. (Fatawa al Azhar juz X hal 31)
Ibnu Rajab
rahimahullah mengatakan, “Mengenai shalat malam di malam Nisfu Sya’ban,
maka tidak ada satu pun dalil dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
dan juga para sahabatnya. Namun terdapat riwayat dari sekelompok tabi’in (para
ulama negeri Syam) yang menghidupkan malam Nisfu Sya’ban dengan shalat.”
Ibnu Taimiyah
ketika ditanya mengenai shalat Nisfu Sya’ban, beliau rahimahullah
menjawab, “Jika seseorang shalat pada malam nisfu sya’ban sendiri atau di
jama’ah yang khusus sebagaimana yang dilakukan oleh sebagian salaf, maka itu
suatu hal yang baik. Adapun jika dilakukan dengan kumpul-kumpul di masjid
untuk melakukan shalat dengan bilangan tertentu, seperti berkumpul dengan
mengerjakan shalat 1000 raka’at, dengan membaca surat Al Ikhlas terus menerus
sebanyak 1000 kali, ini jelas suatu perkara bid’ah, yang sama sekali tidak
dianjurkan oleh para ulama.” (Majmu’ Al-Fatawa, 23: 131)
Ibnu Taimiyah juga mengatakan, “Adapun
tentang keutamaan malam nisfu Sya’ban terdapat beberapa hadits dan atsar, juga
ada nukilan dari beberapa ulama salaf bahwa mereka melaksanakan shalat pada
malam tersebut. Jika seseorang melakukan shalat seorang diri ketika itu,
maka ini telah ada contohnya di masa lalu dari beberapa ulama salaf. Inilah
dijadikan sebagai pendukung sehingga tidak perlu diingkari.” (Majmu’
Al-Fatawa, 23: 132)
Abdullah bin Al Mubarak
rahimahullah pernah ditanya mengenai turunnya Allah pada malam Nisfu
Sya’ban, lantas beliau pun memberi jawaban pada si penanya, “Wahai orang yang
lemah! Yang engkau maksudkan adalah malam nisfu Sya’ban?! Perlu engkau tahu
bahwa Allah itu turun di setiap malam (bukan pada malam nisfu Sya’ban saja,
-pen).” Dikeluarkan oleh Abu ‘Utsman Ash Shobuni dalam I’tiqod Ahlis Sunnah
(92).
No comments:
Post a Comment